KETERANGAN FOTO: Lokasi yang direncanakan untuk dijadikan Museum Alam – Oleh: BuiofiNavandu NABIRE.INFO – Demi melindungi alam dan ha...

KETERANGAN FOTO: Lokasi yang direncanakan untuk dijadikan Museum Alam – Oleh: BuiofiNavandu
NABIRE.INFO – Demi melindungi alam dan habitat yang berada di dalamnya, maka Suku Besar Yerisiam Gua, khususnya Sub Suku Waoha, pada (26/06/20), menggelar rapat untuk mengembangkan Museum Alam.
“Jadi kami bersepakat untuk lindungi dan tidak di rusak baik oleh kami sendiri atau siapapun mulai saat ini. Ini merupakan kesadaran yang timbul dari masyarakat dan kami semua akan bertanggungjawab untuk hal ini," tegas Inggeruhi.
Imanuel Money, menambahkan bahwa sisa hutan yang ada di wilayahnya sudah tidak banyak lagi. Olehnya itu, tidak ada alasan lain untuk bersepakat dan menjaga hutan serta isinya. Pihaknya akan selalu menjaga keputusan bersama itu, agar anak-anak kelak tidak hanya mendengar nama jenis kayu dari buku atau dari foto, tetapi melihat langsung bahwa inilah alam mereka.
“Kami sebagai orang-orang tua sudah sadar. Jadi jangan sampai anak cucu ke depan hidup di daerah tandus tidak berpohon. Sehingga, kesepakatan ini akan kami laksanakan dan saat ini sedang kami persiapkan segala keperluan untuk melindungi areal ini dari siapapun, termasuk dari pihak kami sendiri untuk tidak di rusak,” tandas Kepala Sub Suku Waoha ini. (Red,Tiru).
Hasil rapat Suku Besar Yerisiam Gua tersebut menghasilkan tiga kesepakatan yang disetujui bersama. Pertama, akan melakukan pemetaan untuk wilayah yang akan dijadikan sebagai museum alam. Kedua, mengangkat ketua-ketua marga (Fam/kerek) dan Ketiga, melakukan survei dan pemetaan di wilayah atau area sub suku Waoha.
“Dari hasil rapat itu, pada sabtu kemarin kami sudah melakukan pemancangan di area yang akan dijadikan museum alam. Ini sebagai tindak lanjut dari hasil kesepakatan poin pertama,” ujar juru bicara suku besar Yerisiam Gua, Sambena Inggeruhi di Nabire, pada Selasa (07/07/2020).
Menurutnya, hal itu perlu dilakukan untuk melindungi alam dan habitat didalamnya. Sebab saat ini hutan sudah rusak, sehingga pihaknya ingin menunjukan kepada anak cucu agar mereka kelak tidak hanya memelihat dari foto (gambar) serta mendengar cerita jika ada alam dan isinya pernah ada diwilayah itu.
“Kami pikir bahwa kalau hutan dibiarkan rusak maka anak cucu hanya akan lihat dari foto atau cerita,” tuturnya.
Inggeruhi menambahkan, pihaknya telah menyadari bahwa sebagai orang tua selama ini sudah ikut membiarkan hutan dan isinya di rusak. Misalnya, dengan masuknya sawit, penebangan hutan baik disengaja ataupun tidak, dan pemburuan satwa secara liar didalamnya.
Sehingga, lanjut Inggeruhi, dengan kesepakatan bersama untuk melindungi sebagian hutan yang berkolasi diantara Kali (Sungai Bambu) dan Kampung Wami ini akan benar-benar di jaga untuk tidak rusak, terutama segala jenis pohon dan satwa di dalam areal tersebut. kesadaran itu timbul dari masyarakat dan pengurus suku Besar Yerisiam.
“Dari hasil rapat itu, pada sabtu kemarin kami sudah melakukan pemancangan di area yang akan dijadikan museum alam. Ini sebagai tindak lanjut dari hasil kesepakatan poin pertama,” ujar juru bicara suku besar Yerisiam Gua, Sambena Inggeruhi di Nabire, pada Selasa (07/07/2020).
Menurutnya, hal itu perlu dilakukan untuk melindungi alam dan habitat didalamnya. Sebab saat ini hutan sudah rusak, sehingga pihaknya ingin menunjukan kepada anak cucu agar mereka kelak tidak hanya memelihat dari foto (gambar) serta mendengar cerita jika ada alam dan isinya pernah ada diwilayah itu.
“Kami pikir bahwa kalau hutan dibiarkan rusak maka anak cucu hanya akan lihat dari foto atau cerita,” tuturnya.
Inggeruhi menambahkan, pihaknya telah menyadari bahwa sebagai orang tua selama ini sudah ikut membiarkan hutan dan isinya di rusak. Misalnya, dengan masuknya sawit, penebangan hutan baik disengaja ataupun tidak, dan pemburuan satwa secara liar didalamnya.
Sehingga, lanjut Inggeruhi, dengan kesepakatan bersama untuk melindungi sebagian hutan yang berkolasi diantara Kali (Sungai Bambu) dan Kampung Wami ini akan benar-benar di jaga untuk tidak rusak, terutama segala jenis pohon dan satwa di dalam areal tersebut. kesadaran itu timbul dari masyarakat dan pengurus suku Besar Yerisiam.
“Jadi kami bersepakat untuk lindungi dan tidak di rusak baik oleh kami sendiri atau siapapun mulai saat ini. Ini merupakan kesadaran yang timbul dari masyarakat dan kami semua akan bertanggungjawab untuk hal ini," tegas Inggeruhi.
Imanuel Money, menambahkan bahwa sisa hutan yang ada di wilayahnya sudah tidak banyak lagi. Olehnya itu, tidak ada alasan lain untuk bersepakat dan menjaga hutan serta isinya. Pihaknya akan selalu menjaga keputusan bersama itu, agar anak-anak kelak tidak hanya mendengar nama jenis kayu dari buku atau dari foto, tetapi melihat langsung bahwa inilah alam mereka.
“Kami sebagai orang-orang tua sudah sadar. Jadi jangan sampai anak cucu ke depan hidup di daerah tandus tidak berpohon. Sehingga, kesepakatan ini akan kami laksanakan dan saat ini sedang kami persiapkan segala keperluan untuk melindungi areal ini dari siapapun, termasuk dari pihak kami sendiri untuk tidak di rusak,” tandas Kepala Sub Suku Waoha ini. (Red,Tiru).